Rabu, 22 November 2017

Responding Paper Kelompok 12

Upacara kelahiran, Perkawinan dan  kematian dalam agama Budha
Dalam Buddhisme Theravada, ada praktek ritual tertentu diamati ketika seorang anak lahir dari orangtua Buddhis.Ketika bayi cocok untuk dibawa keluar dari pintu, orang tua memilih hari baik atau bulan purnama hari dan bawa anak ke candi terdekat. Mereka pertama kali menempatkan anak di lantai ruang kuil atau di depan patung Buddha untuk menerima berkat-berkat dari Tiga Permata (Buddha, sangha dan dharma). Ini adalah pemandangan umum di Maligawa Dalada, Kuil Gigi Relic Suci, di Kandy.
Pada saat upacara keagamaan setiap hari (Puja) candi, ibu menyerahkan bayi mereka ke awam wasit (kapuva) di dalam ruangan kuil, yang pada gilirannya membuat untuk beberapa detik di lantai dekat ruang relik dan tangan kembali ke ibu. Sang ibu menerima anak dan memberikan biaya yang kecil ke kapuva untuk layanan yang diberikan.
Lahir Setelah kelahiran anak, orang tua sering berkonsultasi biarawan ketika memilih nama, yang harus memuaskan, sementara bahasa menyampaikan suatu arti yang baik.. Tergantung pada daerah, praktek-praktek agama lain mungkin mengikuti kelahiran. Di bagian tengah negara itu, misalnya, bayi akan memiliki lazim kepalanya dicukur ketika ia berusia satu bulan. Hal ini pada dasarnya ritus Brahminic, yang disebut upacara khwan, dapat disertai dengan upacara Budha di mana rahib membacakan ayat-ayat dari teks-teks suci.
Menurut "Upacara Ritual Buddhis dan Sri Lanka," dengan pengecualian penahbisan dengan kehidupan monastik dan ritus pemakaman, hidup peristiwa siklus dianggap sebagai urusan sekuler untuk sebagian sejarah Buddhisme. Tidak seperti di agama besar dunia lainnya, tidak ada Buddha kuno penamaan bayi-upacara ada. Dalam masa yang lebih baru, ritual Buddhis telah dicampur dengan orang-orang dari agama-agama dunia dan budaya lain. Di banyak negara bahwa praktek Buddhisme Theravada, pengaruh luar telah mengilhami pengembangan Buddha penamaan bayi-ritual.

UPACARA PERKAWINAN
I. PERSIAPAN UPACARA
A. Agar dapat dilaksanakan upacara perkawinan menurut tatacara agama Buddha maka calon mempelai harus menghubungi pandita agama Buddha dari majelis agama Buddha (misalnya Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia) yang mempunyai kewenangan untuk memimpin upacara perkawinan (bukan seorang bhikkhu atau samanera).
B. Setelah semua syarat dipenuhi dan surat-surat telah diperiksa keabsahannya, maka pengumuman tentang perkawinan tersebut harus ditempel di papan pengumuman selama 10 hari kerja.
C. Dalam hal perkawinan dilangsungkan kurang dari 10 hari kerja, diperlukan Surat Dispensasi Kawin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat (Tingkat Kecamatan).
PELAKSANAAN UPACARA
A. TEMPAT UPACARA
Upacara perkawinan menurut tatacara agama Buddha dapat dilangsungkan di vihara,
cetiya atau di rumah salah satu mempelai yang memenuhi syarat untuk pelaksanaan
upacara perkawinan.
UPACARA KEMATIAN DALAM AGAMA BUDHA
1.      Upacara
Upacara adalah rangkain tindakan terorganisir dengan tatanan atau aturan tertentu yang mengedepankan berbagai tanda atau symbol –simbol kebesaran dan menggunakan cara-cara yang ekspresif dari hubungan social, terkait dengan suatu tujuan atau peristiwa yang penting. Kita mengenal bermacam-macam Upacara, seperti upacara kenegaraan termasuk upacara militer dan upacara bendera,upacara adat dan agama.
Upacara dan ritual merupakan suatu ornament atau dekorasi untuk memperindah suatu agama guna menarik masyarakat.
2.      Kematian dalam agama Budha
Agama Buddha mengajarkan, bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Kematian hanyalah satu fase peralihan antara hidup yang sekarang dengan kehidupan dialam tumimbal lahir yang baru.
Bagi mereka yang sewaktu msih hidup rajin berlatih membina diri, menghayati dan melaksanakan ajaran Hyang Buddha. Maka dia akan mengetahui kapan saat ajalnya tiba, bahkan ada yang mengetahui jauh sebelum waktunya, bisa beberapa : tahun; bulan; minggu; atau 1-2 hari sebelumnya tergantung dari ketakutan dan kemantapannya  di dalam menghayati Buddhi Darma. Sehingga menjelang saatnya tiba, dia dapat melakukan persiapan seperlunya, yaitu membersihkan diri dan menukar pakaian, lalu bermeditasi sambil menyebut Namo Amhitabha Buddha.
Menurut agama buddhapun,Hidup tidak hanya sekali . adanya silkus lahir dan mati,bagaikan siang dan malam. Kematian bukanlah akhir, karna seketika itu pula berlanjut pada kelahiran kembali. Melalui lahir dan mati dari alam yang satu kea lam yang lain, ataupun kembali kea lam yang sama, para mahluk menjalani lingkaran tumimbal lahir. Buddha mengatakan,”sesuai dengan karmanya mereka akan bertumimba-lahir dan dalam tumimba lahirnya itu mereka akan menerima akibat dari perbuatannya sendiri. Karna itu aku menyatakan: semua makhluk adalah ahliwaris dalam perbuatannya sendiri” (A.V, 291).
Karma juga membagi para makhluk menjadi berbeda, yang dikatakan sebagai hina dan mulia. Doktrin karma menjelaskan kenapa ada manusia yang pendek usia, ada yang panjang usia; yang sering sakit dan jarang sakit; yang buruk rupa dan cantik rupawan; yang sedikit rezeki dan banyak rezeki; yang miskin dan kaya raya; yang memiliki keluarga kecil dan keluarga besar ; yang dungu dan pandai bijaksana (M. III, 202-203). Ketika ada yang terlahir catat, karma juga alasannya. Ada daya tarik  si anak dengan karma orang tuanya. Adanya karma individual dan adanya karma kolektif.
Sedangkan gagasan penganut Buddha tradisional tentang kematian didasarkan pada doktrin india kuno yaitu samsara, dan secara beragam diterjemaahkan sebagai renkarnasi atau transmigrasi- dari waktu kehidupan menjadi kehidupan yang lain.

Proses tumimba lahir
Budha menjelaskan peruses tumimbal-lahir  sebagai sebab musabab yang saling bergantungan. Proses ini terutama berhubungan dengan bagai mana mengatasi penderitaan hidup yang berulang-ulang tanpa mempedulikan teka-teki asa mula kehidupan yang pertama.tiada sesuatu yang muncul dari ketidak adaan. Tiada sesuatu atau makhluk yang mncul tanpa ada sebab terlebih dahulu. Segala sesuatu tergantung pada kejadian yang mendahului atau mengkondisikannya, yang disebut sebab.
Menurut Gunaratna, terdapat sejumlah hukum yang secara fundamental bekerja dalam proses tmimba-lahir, yaitu :
1)      Hukum ketidak kekalan atau perubahan;
2)      Hukum penjadian atau dumadi ( law of becoming );
3)      Hukum kesinambungan atau kontinuita;
4)      Hukum karma atau aksi dan reaksi;
5)      Hukum daya tarik dan pertalian (low of attraction & affinity)
Berdasarkan abhidhamma ia menjelaskan momen-momen pikiran dan bekerjanya pikiran, sadar dan bawah sadar sehingga hingga kematian berlanjut dengan kelahiran kembali.
Kita tidak tau pasti dari mana seseorang berasal sebelum terlahir didunia . tetapi dengan melihat keadaan dan nasib seseorang, kita bisa memperkirakan bagai mana hidupnya terdahulu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar