Kamis, 07 Desember 2017

Sejarah Singkat Pura dan Vihara

Sejarah Singkat Pura Amarta Jati

Pura Amarti Jati didirikan pada 7 juli 1985, Diresmikan oleh KASAL. Dalam Penamaan pura ini di ambil dari bahasa jawa kuno, yang mana Amarta itu artinya Langgeng/Abadi apa yg dimaksud dengan ababadi? Tuhan lah yg abadi. Dan Jati itu artinya Sesungguhnya. Ketika penggalan kata ini digabungkan artinya, sesungguh nya Tuhan ada disini. Di pura Amarta Jati
Penamaan pura Amarta Jati ini bukan diambil dari sosok Individualis, tetapi di ambil dari segi Spiritualis yang mana nanti nya ada beberapa calon nama untuk pura dan dari setiap nama-nama calon pura ini dikumpukan lalu di gulung dibawah dupa, dan dupa mana yang akan  duluan habis maka nama itulah yang di inginkan oleh Tuhan. Dan di Nama Amarta Jati ini lah yang terpilih.
Arsitektur Bangunan Pura Amarta Jati  ini pun hampir mirip dengan pura-pura  yang ada di Bali. Mengapa demikian? Dikarenakan memang para Arsitek pura Amarta Jati ini didatangkan langsung dari Bali.
Ada beberapa perkumpulan yang sering dilaksanakan di pura Amarta Jati ini, salah satunya perkumpulan Tempe/Banjar. Yang mana para anggota perkumpulan ini ketika nanti salah satunya ada yang meninggal maka biaya pengabenan nya akan di gratiskan, karena telah di asuransikan.

Sejarah Singkat Vihara Ratana Graha

Vihara Ratana Graha terletak di daerah Pondok Cabe Tanggerang Selatan yang di resmikan pada tgl 6 Juni 2015 oleh Sangha Terafada Indonesia. Yang mana dahulu adalah fihara pribadi lalu kemudian di hibahkan untuk menjadi tempat peribadatan umum untuk kemaslahatan bersama.
Secara arsitektur Vihara Ratana Graha ini tembok bagian halaman di penuhi dengan lukisan-lukisa ukir yang setiap ukiran atau gambar itu mengandung cerita-cerita dari sang Budha dalam perjalanan mengajarkan ajarannya kepada murid-muridnya ataupun kisah-kisah perjalanan hidupnya yang tujuannya adalah untuk memperlihatkan kepada umat manusia terutama umat Agama Budha untuk selalu dan tetap meniru atau mengikuti apa yg telah di ajarkan oleh sang Budha. Selain dari lukisan di tembok ada lagi gambar tangan di setiap lukisan tdi yang mengandung arti selalu menghormati siapa saja umat manusia yg datang terlebih kepada umat Budha sendiri.
Setelah kita masuk ke ruangan atau tempat ibadah yang di sebut dengan Altar ada patung sang Budha yang mana di Artikan supaya sang Budha hadir di tengah-tengah ketika melaksanakan pribadatan kepada sang Budha, di belakang patung Budha ada lukisan Roda Kehidupan yang mempunyai arti bahwa setiap manusia itu harus selalu berusaha buat berbuat baik dan kehidupan ini berputar seperti roda yang mana manusia tidak selamanya tidak selalu berada di atas dan tidak selalu berada dibawah karena kehidupan selalu berputar selayaknya Roda yang selalu berputar.
Selain itu di depan patung sang Budha juga ada api yang selalu menyala yang mempunyai arti bahwa setiap umat yang datang agar selalu di beri jalan penerang seperti layaknya api yg tak kunjung padam dan memberi penerang bagi kehidupan, lalu kemudian ada tiga gelas air putih di depan sang Budha yang memang sengaja di Tarok, yang mana menurut kepercayaan mereka, air tersebut di percayai untuk minum sang Budha dan setiap sore dan pagi air tersebut selalu di ganti dengan air yang baru.
Untuk melaksanakan ibadah di perlukan menyalami hiu yang mana setiap hiu yang kita ambil mempunyai arti tersendiri misalkan kita membakar 3 hiu artinya dinyalakan ketika ada orang yang meninggal dan untuk menyalakan hiu memakai api yang selalu hidup tadi yang telah ada di depan Altar.
Ada ruangan kedua yang di siapkan memang khusus untuk rapat, menyimpan kitab-kitab dan juga mengajar anak sekolah yang ingin belajar tentang Agama Budha serta di sediakan ruangan makan para tamu yang datang. Yang paling utama adalah bahwa ketika melaksanakan ibadah bukan berarti umat Budha itu menyembah patung, akan tetapi menurut kepercayaan mereka agar sang Budha hadir dan mendengarkan doa dari umatnya.



Gambar Peninggalan Hindu Buddha di Indonesia

CANDI-CANDI PENINGGALAN AGAMA BUDHA

a.       Candi Mendut


Letak                                     : Kab. Magelang, Jawa Tengah
Dibangun Abad ke           : 9 M


b.      Candi Ngawen

Letak                                     : Kab. Magelang, Jawa Tengah
Dibangun Abad ke           : Abad 8 M

c.       Candi Borobudur


Letak                                     : Kab. Magelang, Jawa Tengah
Dibangun Abad ke           : Thn 760 SM

d.      Candi Kalasan


Letak                                     : Desa Kalasan,Yogyakarta
Dibangun Abad ke           : Akhir Abad 8 M (th. 778 M)
Kerajaan/Raja                   : Raja dari zaman Dinasti Syailendra


e.      Candi Plaosan


Letak                                     : Kab. Klaten, Surakarta – Solo
Dibangun Abad ke           : Abad 9 M (Th. 824 M)
Kerajaan/Raja                   : Raja Rakai Pikatan, Mataram Kuno

f.        Candi Pawon


Letak                                     : Kab. Magelang, Jawa Tengah
Dibangun Abad ke           : Thn. 826 M
Kerajaan/Raja                   : Mataram Kuno

g.       Candi Jabung


Letak                                     : Kab. Probolinggo, Jawa Timur
Dibangun Abad ke           : Thn. 1354 M
Kerajaan/Raja                   : Mataram Kuno

h.      Candi Jago


Letak                                     : Kab. Malang, Jawa Timur
Dibangun Abad ke           : Thn. 12 M
Kerajaan/Raja                   : Mataram Kuno

CANDI-CANDI PENINGGALAN AGAMA HINDU

a.       Candi Kawi


Letak                                     : Tampak Siring, Bali
Dibangun Abad ke           : Thn. 11 M
Kerajaan/Raja                   : Kerajaan Tampak Siring

b.      Candi Dieng  


Letak                                     : Kab. Banjarnegara, Jawa Tengah
Dibangun Abad ke           : Antara abad 8-11 M
Kerajaan/Raja                   : Kerajaan Kalingga

c.       Candi Sambisari


Letak                                     : Desa Sambisari, Sleman – Yogyakarta
Dibangun Abad ke           : Sekitar abad 10 M
Kerajaan/Raja                   : Raja dari Wangsa  Sanjaya

d.      Candi Songo

Letak                                     : Kab. Semarang, Jawa Tengah
Dibangun Abad ke           : Abad 9 M (Th. 927 M)
Kerajaan/Raja                   : Raja dari zaman Dinasti Syailendra

e.      Candi Prambanan

Letak                                     : Klaten - Yogyakarta
Dibangun Abad ke           : Antara abad 9-10 M
Kerajaan/Raja                   : Raja Rakai Pikatan, Mataram Kuno

f.        Candi Sawentar


Letak                                     : Kab. Blitar, Jawa Timur
Dibangun Abad ke           : Sekitar abad 13 M
Kerajaan/Raja                   : Majapahit

g.       Candi Kidal


Letak                                     : Kab. Malang, Jawa Timur
Dibangun Abad ke           : Thn. 1248 M
Kerajaan/Raja                   : Kerajaan Singosari



Kerajaan Bercorak Hindu dan Buddha di Indonesia

1.       Kerajaan Kutai
Kerajaan bercorak Hindu di Indonesia yang pertama adalah Kerajaan Kutai. Kerajaan ini terletak di daerah Muara Kaman, di sekitar tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai adalah kerajaan Hindu tertua yang pernah ada di Indonesia, didirikan oleh Kudungga pada masa abad ke-4 M. Bukti berdirinya Kerajaan Kutai adalah dengan ditemukannya yupa. Yupa merupakan tiang batu untuk mengikat  hewan korban yang akan dipersembahkan oleh para brahmana. Yupa ditulis dalam huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta.

2.       Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan bercorak hindu berikutnya adalah Kerajaan Tarumanegara. Keberadaan kerajaan Tarumanegara dapat dilacak dengan ditemukannya tujuh buah prasasti. Selain itu, dari berbagai sumber berita dari luar negeri. Kerajaan Tarumanegara letaknya di Sungai Citarum, Bogor, Jawa Barat. Kerajaan Tarumanegara berdiri pada masa abad ke-5 M. Wilayah kerajaan ini meliputi Karawang, Jakarta, Banten , dan Bogor.

3.       Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan bercorak Hindu berikutnya adalah Mataram Kuno. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-8 M, terletak di pedalaman Jawa Tengah. Bukti keberadaan dari kerajaan ini tertulis dalam Prasasti Canggal dan Prasasti Balitung (Mantyasih). Berdasarkan prasasti tersebut, kerajaan bermula sejak masa  pemerintahan Raja Sanjaya yang diberi gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Prasasti Canggal juga mengungkap pendirian lingga di Desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya.
Sebelum itu, Kerajaan Mataram Kuno dipimpin raja bernama Sanna. Raja Sanna memerintah rakyat secara bijaksana. Kerajaan ini kaya padi dan emas. Oleh sebab itu, Pulau Jawa mendapat julukan Jawadwipa.
4.       Kerajaan Kediri
Pada 1019 M terdapat Kerajaan Kahuripan yang dipimpin  Raja Airlangga. Ia memiliki tiga orang anak diantaranya Sanggramawijaya, Samarawijaya, dan Mapanji Garasakan. Pada awalnya, Airlangga memberikan tahta kepada Sanggramawijaya. Tetapi, Sanggramawijaya tidak bersedia. Ia lebih memilih jalan hidup sebagai pertapa. Sanggramawijaya dijulukiRaja Sucian atau Dyah Kili Suci.

5.       Kerajaan Singosari
Kerajaan bercorak Hindu berikutnya adalah Kerajaan Singasari. Kerajaan ini didirikan oleh Ken Arok. Pada mulanya, Ken arok adalah Akuwu Tumapel, ia membantu para brahmana Kediri melawan Raja Kertajaya. Setelah menang perang, Kerajaan Kediri dan Tumapel akhirnya bergabung

6.       Kerajaan Majapahit
Majapahit merupakan Kerajaan Hindu terakhir di Indonesia. Kerajaan Majapahit didirikan  Raden Wijaya. Kerajaan Majapahit terletak di daerah Kecamatan Trowulan, Mojokerto sebelah barat Surabaya. Kerajaan Majapahit mempunyai hubungan dengan Kerajaan Singasari. Raden Wijaya adalah menantu Kertanegara.

kerajaan Buddha di Indonesia.
1.       Kerajaan Kalinga
Kerajaan Kalinggan berdiri sekitar aban 6 Masehi di jawa Tengah. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang ratu bernama Ratu Shima. Peninggalan-peninggalan Kerajaan Kalingga, antara lain Prasastin  Tuk Mas yang ditemukan di desa Dakawu di Lereng Gunung Merbabu, Jawa Tengah.

2.       Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 dengan raja pertaman Sri Jayanegara dan berpusat di Palembang, Sumatera Selatan ( Muara Sungai Musi). Sriwijaya mengalami zaman kekemasan pada saat diperintah oleh Raja Balaputradewa, putra dari Samaratungga dari Jawa pada abad ke-9. Wilayah Sriwijaya meliputi hampir seluruh Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Semenanjung Melayu. Oleh karena itu, Sriwijaya disebut juga Kerajaan Nusantara pertama.

Link:

Sistem Kemasyarakatan, Pemerintahan, Filsafat dan Kepercayaan Pada Masa HIndu Buddha di Indonesia

A.    Sistem Kemasyarakatan
   
Menurut ajaran Hinduisme di India, dalam masyarakat terdapat tingkat-tongkat golongan yang bersifat hirachisvertikal. Masing-masing golongan (kasta) satu sama lain tidak ada hubungan  sosial secara demokratis, sehingga satu sama lain tidak merupakan golongan (kasta)  yang menutup diri terhadap yang lainnya. 
Sistem kasta ini membagi masyarakat dalam beberapa tingkatan sosial, yakni:
1.      Brahmana yang berperan sebagai penasehat raja dan pendidik agama.
2.      Ksatria yang terdiri atas penyelenggara dan penata pemerintahan serta pembela kerajaan (raja, pembantu raja, tentara).
3.      Waisya yang berperan sebagai pedagang, pengrajin, petani, nelayan, dan pelaku seni.
4.      Sudra yang terdiri atas pekerja rendah, buruh, budak, pembantu.
Sementara itu, dalam kerajaan Buddhis pengkastaan tak terlalu berperan karena ajaran Buddha tidak mengenal pengkastaan. Dalam hal ini, masyarakat Buddhis lebih demokratis dan egalitis. Maka dari itu, sistem feodal lebih berkembang di kerajaan-kerajaan bercorak Hindu.

B.     Sistem Pemerintahan 
    Raja adalah titisan dewa dengan kerajaannya sebagai miniatur (mikrokosmos) dari alam semesta (makrokosmos) yang diperintah oleh dewa. Pada sistem pemerintahan Kerjaan Majapahit, Raja  dibantu oleh Bhatara  Saptaprabhu atau Dewan  Pertimbangan Kerajaan.
1.      Daerah-daerah taklukan  diperintah oleh kerabat Raja.
2.      Terdapat dua corak birokrasi kerajaan:
·         Maritim : Sriwijaya
·         Agraris  : Majapahit, Mataram, Kediri

C.     Filsafat dan sistem kepercayaan
Kepercayaan asli bangsa Indonesia adalah animisme dan dinamisme. Percaya adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai roh halus. Kehidupan roh halus memiliki kekuatan maka roh nenek moyang dipuja. Masuknya pengaruh India tidak menyebabkan pemujaan terhadap roh nenek moyang hilang. Hal ini dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi di India sebagai tempat pemujaan. Di Indonesia, selain sebagai tempat pemujaan, candi juga berfungsi sebagai makam raja dan untuk menyimpan abu jenazah raja yang telah wafat.
Dapat terlihat adanya pripih tempat untuk menyimpan abu jenazah, dan diatasnya didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa. Hal tersebut merupakan perpaduan antara fungsi candi di India dengan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia.
Tuhan dalam agama Hindu disebut Brahmana. Kalimat Brahmana dalam bahasa Hindu lama (sansekerts) yaitu nama bagi Tuhan yang wujud dengan sendirinya, Maha Esa dan Maha Kuasa yang bersifat azali, tidak berawal dan tidak berakhir, yang menciptakan dan menjadi asal dari sekalian alam; Ia tidak dapat diraba dengan pancaindra tetapi hanya diketahui dengan akal.
Brahmana, itu Tuhan yang tunggsal dalam agama Hindu. Tetapi beberapa abad di belakang. Penganut agama Hindu telah merobsah kepercayaan bertuhan satu itu (monotheisme), kepada trimurti atau bertuhan tiga.
Trimurti itu terdiri dari: Brahmana, Wisynu dan Syiwa.  Ahli-ahli penyelidik sejarah asgama Hindu banyak ayang berpendapat, bahwa lemungkinana benar agama Hindu ini asalmya Samawy, agama langit yang berasal dari pengajaran Tuhan Pencipta semesta alam, melihat ajaranya yang asli kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Minggu, 26 November 2017

Kumpulan E Book dan Jurnal Hindu Buddha

Judul : ANASIR-ANASIR ESOTERISME PADA SITUS CANDI CETHO Penulis : Eko Hari Prasetyo. Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Surabaya Agus Suprijono. Pendidikan sejarah,Fakultas ilmu Sosial. Universitas Negeri Surabaya Link : https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiu7uqQsNPXAhVMu48KHcMvC6QQFghZMAg&url=http%3A%2F%2Fejournal.unesa.ac.id%2Farticle%2F9070%2F38%2Farticle.pdf&usg=AOvVaw1O8UgAsUSHK4xTiupgepNQ Penelitian ini dilatar belakangi oleh munculnya unsur-unsur kepercayaan Indonesia asli yang bersamaan dengan kondisi kerajaan Majapahit yang sedang mengalami kemunduran dan juga mulai berkembangnya ajaran agama Islam di kerajaan Majapahit. Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat yang ingin mempertahankan kepercayaan nenek moyangnya rela memisahkan diri dan meneruskan kepercayaannya dengan mendirikan Candi Cetho Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Sejak kemunduran Kerajaan Majapahit bersamaan dengan masuknya agama Islam di Nusantara ada sebagian masyarakat Majapahit yang tetap ingin mempertahankan kepercayaan nenek moyangnya memilih pergi dan mencari tempat yang baru untuk melestarikan kepercayaan tersebut. Unsur-unsur kepercayaan tersebut dituangkan pada situs Candi Cetho berupa punden berundak, lingga, yoni, patung, relief yang juga sebagai manifestasi munculnya kembali kepercayaan Indonesia asli. Contoh akulturasi kebudayaan hindu dan buddha Judul : Akulturasi Kebudayaan Hindu dan Buddha di Vihara Buddha Dharma Sunset Road, Kuta, Bali (Latar Belakang Sejarah, Bentuk Akulturasi dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA) Penulis : Ni Wayan Wiwik Astuti ., Dra. Tuty Maryati,M.Pd ., Dra. Luh Putu Sendratari,M.Hum Link : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPS/article/view/3618/2913 Penelitian ini dilakukan di Desa Legian, Kecamatan Kuta, Badung yang bertujuan untuk mengetahui: (1) Latar belakang berdirinya Vihara Buddha Dharma Sunset Road, Kuta, Bali dengan arsitektur Hindu dan Buddha, (2) Bentuk akulturasi yang nampak di Vihara Buddha Dharma Sunset Road, Kuta, Bali, (3) Potensi-potensi dari bentuk akulturasi pada bangunan di Vihara Buddha Dharma yang dapat dikembangkan sebagai sumber belajar sejarah. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian kualitatif ialah (1) Penentuan Lokasi Penelitian, (3) Penentuan Informan, (4) Pengumpulan Data, (5) Validitas Data yang terdiri dari triangulasi data dan triangulasi metode, (6) Analisis Data. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Vihara Buddha Dharma didirikan oleh para Bhikkhu sebanyak tujuh orang dan umat Buddha yang tinggal di Desa Adat Legian. Ada tiga faktor yang melatarbelakangi pembangunan Vihara Buddha Dharma, yakni faktor historis (Sejarah), faktor kultural (keterbukaan) dan faktor politik. (2) Bentuk-bentuk akulturasi yang nampak di Vihara Buddha Dharma dapat dilihat dari bentuk bangunan yang berakulturasi, akulturasi bahan bangunan, akulturasi ornamen pada bangunan dan makna simboliknya. (3) Potensi Vihara Buddha Dharma sebagai sumber belajar sejarah yaitu sejarah Vihara Buddha Dharma memiliki peran penting dalam perkembangan Agama Buddha di Badung, di mana keberadaan Vihara Buddha Dharma sebagai Vihara orang Cina dapat dijadikan bukti sejarah bahwa daerah Badung yang mayoritas penduduknya beragama Hindu ternyata dapat di sentuh pula oleh Agama Buddha. dan arsitektur bangunan Vihara Buddha Dharma yang berakulturasi memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber belajar sejarah mengenai fakta-fakta tentang proses interaksi masyarakat di berbagai daerah dengan tradisi Hindu-Buddha di bidang arsitektur. Kumpulan Wihara dan Candi Buddhis di Indonesia Penulis : Vihāra Vidyāloka Link : https://dhammacitta.org/pustaka/ebook/umum/Kumpulan%20Foto%20Wihara%20&%20Candi%20Buddhis%20Indonesia.pdf Begitu banyak peninggalan budaya, sejarah yang ditinggalkan oleh kerajaan yang mahsyur pada kala itu. Budaya ini dapat berupa tulisan, ukiran dan juga candi. Perkembangan agama Buddha di Indonesia sangat pesat di kala para pedagang dan pendatang dari India masuk ke tanah air. Maka dari itu kita sebagai umat Buddha sudah sepatutnya mengetahui kekayaan candi yang merupakan simbol agama bahkan menjadi simbol Indonesia di dunia internasional. PEMUJAAN SIVA-BUDDHA DALAM MASYARAKAT HINDU DI BALI Penulis : I Ketut Widnya Link : https://core.ac.uk/download/pdf/12238172.pdf Sinkretisme Siva-Buddha di Indonesia adalah suatu gejala keagamaan yang sangat komplek. Istilah-istilah: siva-buddha tunggal dan bhinneka tunggal ika, secara khusus, memang bisa memberi indikasi yang kuat tentang sinkretisme antara Sivaisme dan Buddhisme di Indonesia. Tetapi dalam arti yang lebih luas sumber-sumber sastra Jawa Kuna yang memuat istilah-istilah tersebut secara keseluruhan tidak berbicara tentang kemanunggalan di antara kedua sistem keagamaan tersebut. Para sarjana, peneliti dan pemerhati, telah mengkaji masalah ini dari berbagai sudut pandang. Tetapi masalah Siva-Buddha tidak sesederhana seperti yang diperkirakan sebelumnya. Kebanyakan para sarjana menganggap bahwa masalah Siva-Buddha sudah selesai dengan mengutip sumber-sumber yang terbatas dalam kesusastraan Jawa Kuna. Masalah Siva-Buddha bukan terjadi karena diambil begitu saja melalui sumber-sumber arkeologi maupun sumber-sumber sastra. Keberadaannya dalam panggung sejarah karena kontribusi yang diberikan oleh para sarjana, baik para orientalis barat, sarjana India maupun sarjana Indonesia. Itulah sebabnya masalah Siva-Buddha ini menjadi semakin komplek karena diwarnai oleh silang pendapat para sarjana. Judul : Perkembangan arsitektur Hindu Buddha Penulis : Raziq Hasan Link : http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fraziq_hasan.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F35572%2FPerkembangan%2BArsitektur%2BHindu%2BBudha.pdf&ei=zalxVcrVNpOOuASXlYGQDw&usg=AFQjCNHTl7PJBbRC95soz2pq8MgSoN213w&sig2=bOno9WoRUjdF5LSqqRyT6g&bvm=bv.95039771,d.c2E Perkembangan Agama Hindu dan Budha yang telah mempengaruhi sistem pemerintahan, kepercayaan, sosial dan budaya masyarakat juga tampak pada arsitekturnya. Hal yang paling dominan adalah munculnya arsitektur Candi sebagai bentuk pengaruh yang tak terpisahkan. Candi di Indonesia dapat ditelusuri dari Sumatera, Jawa dan Bali. Arsitektur Candi pada dasarnya adalah bangunan yang digunakan untuk tujuan peribadatan dan pemakaman para raja. Judul : REPRESENTASI SIMBOL CANDI HINDU DALAM KEHIDUPAN MANUSIA: KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGIS Penulis : Ferdi Arifin. CEO Leisure Community Yogyakarta Link : https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=30&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjU0NfxtNPXAhUDwI8KHfKoCMI4FBAWCF8wCQ&url=http%3A%2F%2Fjournals.ums.ac.id%2Findex.php%2Fhumaniora%2Farticle%2Fdownload%2F1840%2F1291&usg=AOvVaw3ik68yCiSI9NlZxYC-ih09 Candi merupakan sebuah bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi. Candi merupakan sebuah bukti nyata teknologi masyarakat zaman sangat luar biasa karena dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada mampu menghasilkan sebuah bangunan megah, tinggi, dan kokoh pada masa itu. Di Jawa terdapat banyak jenis bangunan candi, seperti candi yang berfungsi sebagai tempat ibadah, candi sebagai tempat pemakaman, bahkan candi yang dibangun hanya karena bentuk kejayaan seorang pemimpin. Soekmono (1974:33) beranggapan bahwa beberapa fungsi candi sebagai kuil dan tempat pemakaman abu jenazah sehingga bisa dikatakan bahwa fungsi candi bergantung pada raja yang memerintah pada masa itu. Dalam tulisan ini tidak akan dibahas semua candi yang ada di Indonesia, tetapi hanya terfokus pada bangunan candi Hindu. Banyak candi Hindu yang tersebar di seluruh Indonesia, khususnya di daerah Jawa karena berhubungan dengan kerajaan Mataram Kuno pada masa Sanjaya dan Syailendra yang berada di Pulau Jawa sampai pada kerajaan Majapahit. Hal demikian karena pada masa itu ajaran agama Hindu dan Buddha masih kental di kalangan masyarakat. x

Jumat, 24 November 2017

Seni Sastra peninggalan kerajaan Hindu dan Buddha Di Indonesia



1. Kitab Mahabharata, dikarang oleh Resi Wiyasa



2. Kitab Ramayana, dikarang oleh Empu Walmiki

3. Kitab Arjuna Wiwaha, dikarang oleh Empu Kanwa. Empu Kanwa ini hidup pada zaman pemerintahan Raja Airlangga, Kahuripan


4. Kitab Smaradahana, dikarang oleh Empu Darmaja Empu Darmaja hidup pada zaman Raja Kameswara I Kediri.



5. Kitab Bharatayuda, dikarang oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh Kedua Empu hidup pada zaman kerajaan Kediri, dengan Raja Jayabaya -



6. Kitab Negarakertagama, dikarang oleh Empu Prapanca , Empu Prapanca hidup pada zaman Kerajaan Majapahit



7.Kitab Sutasoma, dikarang oleh Empu Tantular hidup pada zaman Kerajaan Majapahit.





Sastra agama Buddha


1. Pararaton,  Jawa Timur Abad ke-13 M,  Majapahit


Serat Pararaton, atau Pararaton saja (bahasa Kawi: "Kitab Raja-Raja"), adalah sebuah kitab naskah Sastra Jawa Pertengahan yang digubah dalam bahasa Jawa Kawi. Naskah ini cukup singkat, berupa 32 halaman seukuran folio yang terdiri dari 1126 baris. Isinya adalah sejarah raja-raja Singhasari dan Majapahit di Jawa Timur. Kitab ini juga dikenal dengan nama "Pustaka Raja", yang dalam bahasa Sanskerta juga berarti "kitab raja-raja". Tidak terdapat catatan yang menunjukkan siapa penulis Pararaton.

2. Arjunawiwaha,  Jawa Timur Abad ke-13 M,  Majapahit


Karya sastra ini ditulis oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga. Kakawin ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Mahameru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua. Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah batara Siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini.
Sumber  ;


Hasil Seni Ukir Peninggalan Kerajaan Hindu dan Buddha



1. Prasasti Klurak


Salah satu peninggalan Kerajaan Syailendra adalah Prasasti Klurak (dekat Prambanan), berangka tahun 704 Saka (782 M), ditulis dengan bahasa Sansekerta dan huruf Pra-Nagari. Mengenai pembuatan arca Manjusri.
Gambar ini diambil pada situs 
id.wikipedia.org
2. Prasasti Kota Kapur

  
Salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya adalah Prasasti Kota Kapur (berisi permohonan kepada dewa untuk menjaga Sriwijaya dan menghukum para penghianat Sriwijaya).
Gambar ini diambil pada situs
githa90.wordpress.com

3. Prasasti Tuju Buah Yupa

  Prasasti Kutai di Kalimantan Timur Prasasti, berupa tujuh buah yupa(tugu batu) yang diperkirakan berasal dari tahun 400 M, berhuruf Pallawa, danberbahasa Sansekerta. Isinya, peringatan upacara kurban agama Hindu yang diperintahkan oleh Raja Mulawarman, Putra Aswawarman, dan cucu Kudungga.
Gambar ini diambil pada situs 
puputrahadiani.wordpress.com

4. Prasasti Tugu


Prasasti Tugu (berita tentang penggalian saluran Sungai Gomati), merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.Gambar ini diambil pada situs 
serba-serbindonesia.blogspot.com

5. Prasasti Muara Kaman




Tempat Penemuan: Tepi Sungai MahakamKalimantan timur
Isi Prasasti: Tentang kerajaan kutai Didirikan kira kira tahun 400 m Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara KamanKalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut.
Sumber Gambar :  https://www.google.com/search?q=kronologi+Prasasti+Muara+Kaman&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=rCGMVd2lNYi1uAS7-4C4CA&ved=0CAgQ_AUoAg&biw=1280&bih=644


6. Prasasti Ciaruteun


Tempat Penemuan: Daerah Bogor, Jawa Barat
Isi Prasasti: Tentang kerajaan Tarumanegara
Sumber Gambar : https://www.google.com/search?q=kronolog+Prasasti+Ciaruteun&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=dSKMVYjsGoKfugTBj4DYCA&ved=0CAcQ_AUoAQ&biw=1280&bih=644