Minggu, 26 November 2017

Kumpulan E Book dan Jurnal Hindu Buddha

Judul : ANASIR-ANASIR ESOTERISME PADA SITUS CANDI CETHO Penulis : Eko Hari Prasetyo. Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Surabaya Agus Suprijono. Pendidikan sejarah,Fakultas ilmu Sosial. Universitas Negeri Surabaya Link : https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiu7uqQsNPXAhVMu48KHcMvC6QQFghZMAg&url=http%3A%2F%2Fejournal.unesa.ac.id%2Farticle%2F9070%2F38%2Farticle.pdf&usg=AOvVaw1O8UgAsUSHK4xTiupgepNQ Penelitian ini dilatar belakangi oleh munculnya unsur-unsur kepercayaan Indonesia asli yang bersamaan dengan kondisi kerajaan Majapahit yang sedang mengalami kemunduran dan juga mulai berkembangnya ajaran agama Islam di kerajaan Majapahit. Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat yang ingin mempertahankan kepercayaan nenek moyangnya rela memisahkan diri dan meneruskan kepercayaannya dengan mendirikan Candi Cetho Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Sejak kemunduran Kerajaan Majapahit bersamaan dengan masuknya agama Islam di Nusantara ada sebagian masyarakat Majapahit yang tetap ingin mempertahankan kepercayaan nenek moyangnya memilih pergi dan mencari tempat yang baru untuk melestarikan kepercayaan tersebut. Unsur-unsur kepercayaan tersebut dituangkan pada situs Candi Cetho berupa punden berundak, lingga, yoni, patung, relief yang juga sebagai manifestasi munculnya kembali kepercayaan Indonesia asli. Contoh akulturasi kebudayaan hindu dan buddha Judul : Akulturasi Kebudayaan Hindu dan Buddha di Vihara Buddha Dharma Sunset Road, Kuta, Bali (Latar Belakang Sejarah, Bentuk Akulturasi dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA) Penulis : Ni Wayan Wiwik Astuti ., Dra. Tuty Maryati,M.Pd ., Dra. Luh Putu Sendratari,M.Hum Link : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPS/article/view/3618/2913 Penelitian ini dilakukan di Desa Legian, Kecamatan Kuta, Badung yang bertujuan untuk mengetahui: (1) Latar belakang berdirinya Vihara Buddha Dharma Sunset Road, Kuta, Bali dengan arsitektur Hindu dan Buddha, (2) Bentuk akulturasi yang nampak di Vihara Buddha Dharma Sunset Road, Kuta, Bali, (3) Potensi-potensi dari bentuk akulturasi pada bangunan di Vihara Buddha Dharma yang dapat dikembangkan sebagai sumber belajar sejarah. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian kualitatif ialah (1) Penentuan Lokasi Penelitian, (3) Penentuan Informan, (4) Pengumpulan Data, (5) Validitas Data yang terdiri dari triangulasi data dan triangulasi metode, (6) Analisis Data. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Vihara Buddha Dharma didirikan oleh para Bhikkhu sebanyak tujuh orang dan umat Buddha yang tinggal di Desa Adat Legian. Ada tiga faktor yang melatarbelakangi pembangunan Vihara Buddha Dharma, yakni faktor historis (Sejarah), faktor kultural (keterbukaan) dan faktor politik. (2) Bentuk-bentuk akulturasi yang nampak di Vihara Buddha Dharma dapat dilihat dari bentuk bangunan yang berakulturasi, akulturasi bahan bangunan, akulturasi ornamen pada bangunan dan makna simboliknya. (3) Potensi Vihara Buddha Dharma sebagai sumber belajar sejarah yaitu sejarah Vihara Buddha Dharma memiliki peran penting dalam perkembangan Agama Buddha di Badung, di mana keberadaan Vihara Buddha Dharma sebagai Vihara orang Cina dapat dijadikan bukti sejarah bahwa daerah Badung yang mayoritas penduduknya beragama Hindu ternyata dapat di sentuh pula oleh Agama Buddha. dan arsitektur bangunan Vihara Buddha Dharma yang berakulturasi memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber belajar sejarah mengenai fakta-fakta tentang proses interaksi masyarakat di berbagai daerah dengan tradisi Hindu-Buddha di bidang arsitektur. Kumpulan Wihara dan Candi Buddhis di Indonesia Penulis : Vihāra Vidyāloka Link : https://dhammacitta.org/pustaka/ebook/umum/Kumpulan%20Foto%20Wihara%20&%20Candi%20Buddhis%20Indonesia.pdf Begitu banyak peninggalan budaya, sejarah yang ditinggalkan oleh kerajaan yang mahsyur pada kala itu. Budaya ini dapat berupa tulisan, ukiran dan juga candi. Perkembangan agama Buddha di Indonesia sangat pesat di kala para pedagang dan pendatang dari India masuk ke tanah air. Maka dari itu kita sebagai umat Buddha sudah sepatutnya mengetahui kekayaan candi yang merupakan simbol agama bahkan menjadi simbol Indonesia di dunia internasional. PEMUJAAN SIVA-BUDDHA DALAM MASYARAKAT HINDU DI BALI Penulis : I Ketut Widnya Link : https://core.ac.uk/download/pdf/12238172.pdf Sinkretisme Siva-Buddha di Indonesia adalah suatu gejala keagamaan yang sangat komplek. Istilah-istilah: siva-buddha tunggal dan bhinneka tunggal ika, secara khusus, memang bisa memberi indikasi yang kuat tentang sinkretisme antara Sivaisme dan Buddhisme di Indonesia. Tetapi dalam arti yang lebih luas sumber-sumber sastra Jawa Kuna yang memuat istilah-istilah tersebut secara keseluruhan tidak berbicara tentang kemanunggalan di antara kedua sistem keagamaan tersebut. Para sarjana, peneliti dan pemerhati, telah mengkaji masalah ini dari berbagai sudut pandang. Tetapi masalah Siva-Buddha tidak sesederhana seperti yang diperkirakan sebelumnya. Kebanyakan para sarjana menganggap bahwa masalah Siva-Buddha sudah selesai dengan mengutip sumber-sumber yang terbatas dalam kesusastraan Jawa Kuna. Masalah Siva-Buddha bukan terjadi karena diambil begitu saja melalui sumber-sumber arkeologi maupun sumber-sumber sastra. Keberadaannya dalam panggung sejarah karena kontribusi yang diberikan oleh para sarjana, baik para orientalis barat, sarjana India maupun sarjana Indonesia. Itulah sebabnya masalah Siva-Buddha ini menjadi semakin komplek karena diwarnai oleh silang pendapat para sarjana. Judul : Perkembangan arsitektur Hindu Buddha Penulis : Raziq Hasan Link : http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fraziq_hasan.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F35572%2FPerkembangan%2BArsitektur%2BHindu%2BBudha.pdf&ei=zalxVcrVNpOOuASXlYGQDw&usg=AFQjCNHTl7PJBbRC95soz2pq8MgSoN213w&sig2=bOno9WoRUjdF5LSqqRyT6g&bvm=bv.95039771,d.c2E Perkembangan Agama Hindu dan Budha yang telah mempengaruhi sistem pemerintahan, kepercayaan, sosial dan budaya masyarakat juga tampak pada arsitekturnya. Hal yang paling dominan adalah munculnya arsitektur Candi sebagai bentuk pengaruh yang tak terpisahkan. Candi di Indonesia dapat ditelusuri dari Sumatera, Jawa dan Bali. Arsitektur Candi pada dasarnya adalah bangunan yang digunakan untuk tujuan peribadatan dan pemakaman para raja. Judul : REPRESENTASI SIMBOL CANDI HINDU DALAM KEHIDUPAN MANUSIA: KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGIS Penulis : Ferdi Arifin. CEO Leisure Community Yogyakarta Link : https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=30&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjU0NfxtNPXAhUDwI8KHfKoCMI4FBAWCF8wCQ&url=http%3A%2F%2Fjournals.ums.ac.id%2Findex.php%2Fhumaniora%2Farticle%2Fdownload%2F1840%2F1291&usg=AOvVaw3ik68yCiSI9NlZxYC-ih09 Candi merupakan sebuah bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi. Candi merupakan sebuah bukti nyata teknologi masyarakat zaman sangat luar biasa karena dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada mampu menghasilkan sebuah bangunan megah, tinggi, dan kokoh pada masa itu. Di Jawa terdapat banyak jenis bangunan candi, seperti candi yang berfungsi sebagai tempat ibadah, candi sebagai tempat pemakaman, bahkan candi yang dibangun hanya karena bentuk kejayaan seorang pemimpin. Soekmono (1974:33) beranggapan bahwa beberapa fungsi candi sebagai kuil dan tempat pemakaman abu jenazah sehingga bisa dikatakan bahwa fungsi candi bergantung pada raja yang memerintah pada masa itu. Dalam tulisan ini tidak akan dibahas semua candi yang ada di Indonesia, tetapi hanya terfokus pada bangunan candi Hindu. Banyak candi Hindu yang tersebar di seluruh Indonesia, khususnya di daerah Jawa karena berhubungan dengan kerajaan Mataram Kuno pada masa Sanjaya dan Syailendra yang berada di Pulau Jawa sampai pada kerajaan Majapahit. Hal demikian karena pada masa itu ajaran agama Hindu dan Buddha masih kental di kalangan masyarakat. x

Jumat, 24 November 2017

Seni Sastra peninggalan kerajaan Hindu dan Buddha Di Indonesia



1. Kitab Mahabharata, dikarang oleh Resi Wiyasa



2. Kitab Ramayana, dikarang oleh Empu Walmiki

3. Kitab Arjuna Wiwaha, dikarang oleh Empu Kanwa. Empu Kanwa ini hidup pada zaman pemerintahan Raja Airlangga, Kahuripan


4. Kitab Smaradahana, dikarang oleh Empu Darmaja Empu Darmaja hidup pada zaman Raja Kameswara I Kediri.



5. Kitab Bharatayuda, dikarang oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh Kedua Empu hidup pada zaman kerajaan Kediri, dengan Raja Jayabaya -



6. Kitab Negarakertagama, dikarang oleh Empu Prapanca , Empu Prapanca hidup pada zaman Kerajaan Majapahit



7.Kitab Sutasoma, dikarang oleh Empu Tantular hidup pada zaman Kerajaan Majapahit.





Sastra agama Buddha


1. Pararaton,  Jawa Timur Abad ke-13 M,  Majapahit


Serat Pararaton, atau Pararaton saja (bahasa Kawi: "Kitab Raja-Raja"), adalah sebuah kitab naskah Sastra Jawa Pertengahan yang digubah dalam bahasa Jawa Kawi. Naskah ini cukup singkat, berupa 32 halaman seukuran folio yang terdiri dari 1126 baris. Isinya adalah sejarah raja-raja Singhasari dan Majapahit di Jawa Timur. Kitab ini juga dikenal dengan nama "Pustaka Raja", yang dalam bahasa Sanskerta juga berarti "kitab raja-raja". Tidak terdapat catatan yang menunjukkan siapa penulis Pararaton.

2. Arjunawiwaha,  Jawa Timur Abad ke-13 M,  Majapahit


Karya sastra ini ditulis oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga. Kakawin ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Mahameru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua. Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah batara Siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini.
Sumber  ;


Hasil Seni Ukir Peninggalan Kerajaan Hindu dan Buddha



1. Prasasti Klurak


Salah satu peninggalan Kerajaan Syailendra adalah Prasasti Klurak (dekat Prambanan), berangka tahun 704 Saka (782 M), ditulis dengan bahasa Sansekerta dan huruf Pra-Nagari. Mengenai pembuatan arca Manjusri.
Gambar ini diambil pada situs 
id.wikipedia.org
2. Prasasti Kota Kapur

  
Salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya adalah Prasasti Kota Kapur (berisi permohonan kepada dewa untuk menjaga Sriwijaya dan menghukum para penghianat Sriwijaya).
Gambar ini diambil pada situs
githa90.wordpress.com

3. Prasasti Tuju Buah Yupa

  Prasasti Kutai di Kalimantan Timur Prasasti, berupa tujuh buah yupa(tugu batu) yang diperkirakan berasal dari tahun 400 M, berhuruf Pallawa, danberbahasa Sansekerta. Isinya, peringatan upacara kurban agama Hindu yang diperintahkan oleh Raja Mulawarman, Putra Aswawarman, dan cucu Kudungga.
Gambar ini diambil pada situs 
puputrahadiani.wordpress.com

4. Prasasti Tugu


Prasasti Tugu (berita tentang penggalian saluran Sungai Gomati), merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.Gambar ini diambil pada situs 
serba-serbindonesia.blogspot.com

5. Prasasti Muara Kaman




Tempat Penemuan: Tepi Sungai MahakamKalimantan timur
Isi Prasasti: Tentang kerajaan kutai Didirikan kira kira tahun 400 m Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara KamanKalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut.
Sumber Gambar :  https://www.google.com/search?q=kronologi+Prasasti+Muara+Kaman&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=rCGMVd2lNYi1uAS7-4C4CA&ved=0CAgQ_AUoAg&biw=1280&bih=644


6. Prasasti Ciaruteun


Tempat Penemuan: Daerah Bogor, Jawa Barat
Isi Prasasti: Tentang kerajaan Tarumanegara
Sumber Gambar : https://www.google.com/search?q=kronolog+Prasasti+Ciaruteun&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=dSKMVYjsGoKfugTBj4DYCA&ved=0CAcQ_AUoAQ&biw=1280&bih=644 

Video Upacara Keagamaan Hindu Buddha



Magedong gedongan adalah salah satu tradisi adat bali dimana upcara ini dilangsungkan untuk anak pertama, adapun tujuan upcara ini adalah supaya Ibu yang melahirkan menjadi lebih kuat dan berani dalam persalinan.
Dipublikasikan pada tanggal 16 februari 2014


Ngaben merupakan upacara kremasi atau pembakaran jenazah di Bali, Indonesia. Upacara adat Ngaben merupakan sebuah ritual yang dilakukan untuk mengirim jenazah pada kehidupan mendatang. Dalam upacara ini, jenazah diletakkan dengan posisi seperti orang tidur. Keluarga yang ditinggalkan pun akan beranggapan bahwa orang yang meninggal tersebut sedang tertidur. Dalam upacara ini, tidak ada air mata karena mereka menganggap bahwa jenazah hanya tidak ada untuk sementara waktu dan menjalani reinkarnasi atau akan menemukan peristirahatan terakhir di Moksha yaitu suatu keadaan dimana jiwa telah bebas dari reinkarnasi dan roda kematian. Upacara ngaben ini juga menjadi simbol untuk menyucikan roh orang yang telah meninggal.
Dipublikasikan pada tanggal 3 November 2016


Video tentang tradisi unik di Bali yaitu tradisi upacara roras lemeng / 12 hari Bayi baru lahir. Upacara ini dilakukan di dapur dimana untuk memohon peleburan kotor/mala saat proses kelahiran kepada Dewa Brahma dan Dewa Wisnu. Kemudian upacara dilakukan di halaman dari keluarga pemilik bayi. Upacara ini juga menggunakan sarana Ayam jantan dan betina sebagai simbol Bajang Colong, sehingga sering disebut ayam colongan. Tradisi Unik di Bali.
Dipublikasikan pada tanggal 6 Juli 2016


Ini adalah salah satu prosesi Upacara Agama Hindu yang dinamakan Mepeed dan sebelum itu ada Upacara Sesuhunan Tedun Mececingak...
Dipublikasikan pada tanggal 7 Mei 2017


Umat budha Mojokerto, Jawa timur, rabu pagi menggelar ritual Ulambana dengan membakar berbagai sesajian dan replika kapal. Ritual yang digelar satu tahun sekali di setiap pertengahan bulan purnama ini sesuai dengan penanggalan imlek untuk mengirim doa kepada para leluhur
Dipublikasikan pada tanggal 17 Agustus 2016


Ribuan umat berkumpul di Stupa Swayambhunath, kompleks agama kuno di Lembah Kathmandu untuk menandai salah satu hari tersuci agama Buddha Tibet, yaitu ulang tahun kelahiran, pencerahan dan kematian Buddha. Perayaan diselenggarakan pada bulan purnama pertama di bulan Mei atau Baishakh. [Sanubhai Bajracharya, Penduduk Bhaktapur di Lembah Kathmandu]: "Kami di sini untuk merayakan hari lahir - hari nirwana dan hari Ia mencapai Buddha dan juga hari ini bulan purnama." Upacara dekat kuil dihadiri oleh presiden dan perdana menteri Nepal. [Baburam Bhattarai, Perdana Menteri Nepal]: "Dunia damai dan pesan pembebasan kemanusiaan, yang dimulai dari 2.556 tahun lalu, tidak berakhir dengan Nepal dan benua Asia, melainkan telah menjadi pesan umum dari lima benua." Sementara itu, Presiden Nepal berkata pesan Buddha tetap relevan sampai hari ini. [Ram Baran Yadav, Presiden Nepal]: "Saya merasa pesan Sang Buddha untuk perdamaian dan anti kekerasan jauh lebih tepat di dunia saat ini."
Dipublikasikan pada tanggal 15 Mei 2012





Kamis, 23 November 2017

Peta Jalur Pelayaran antara India dan Indonesia




Hubungan internasional antara Indonesia dengan bangsa-bangsa di Asia Barat, Asia Selatan, dan Cina sudah tercipta sejak lama. Hubungan internasional itu terjadi karena Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional. Karena posisinya yang strategis, Indonesia memiliki bandar-bandar perdagangan yang disinggahi kaum pedagang. Mereka inilah yang berperan dalam menyebarkan ajaran agama dan kebudayaan, seperti Hindu-Buddha, Islam, dan Kristen. Jalur perdagangan yang digunakan ialah jalur perdagangan melalui laut (dikenal sebagai Jalur Emas), dan jalur perdagangan melalui darat (dikenal sebagai Jalur Sutra).
Adapun jalur laut melalui Maluku - Malaka - Gujarat (India) - Persia atau ke Laut Merah, kemudian dibawa oleh pedagang melalui gurun pasir ke pantai Laut Tengah (Mediternia), dari sini dibawa oleh bangsa Eropa dengan kapal ke Venesia dan pelabuhan Lisabon di Spanyol.
Jalur darat melalui Malaka - daratan China dibawa oleh pedagang dengan kendaraan darat seperti onta, kuda, dan keledai menuju ke Persia. Dari Persia, barang dagangan dibawa ke pantai Laut Tengah dan selanjutnya oleh bangsa Eropa dibawa dengan kapal ke Venesia dan Lisabon di Spanyol. Kedua jalur itu merupakan jalur perjalanan pedagang dan barang dagangannya yang berasal dari Barat dibawa ke Timur, dan sebaliknya. Perdagangan melalui jalur itu juga dipengaruhi oleh adanya Angin Muson Barat Laut dan Angin Muson Tenggara. Pergantian kedua jenis angin tersebut memakan waktu 6 bulan sekali sehingga mempengaruhi perjalanan kapal maupun darat.
Awal abad Masehi,  jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat, tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut. Akibat hubungan dagang, maka terjadilah kontak antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.
Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia. Sehingga orang India maupun Cina ketika singgah di Indonesia berabur dengan masyarakat pribumi sehingga terjadilah penyebaran agama, budaya, dan lain-lain.



Rabu, 22 November 2017

Makalah Sejarah Kedatangan dan Perkembangan Agama Hindu dan Buddha di Indonesia


Sejarah Kedatangan dan Pekembangan
Agama Hindu dan Buddha di Indonesia
Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Hindu dan Buddha di Indonesia



Disusun Oleh:
M. Hafidz Hidayat P.   (11150321000029)
Seftia Rahmawati        (11150321000035)
Taufik                          (11150321000063)


JURUSAN STUDI AGAMA - AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017



Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr.wb
            Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah memberi kita nikmat iman, Islam, dan ihsan sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana dan tepat waktu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan dengan baik.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahun dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kami menyadari segala kekurangan didalam proses pembuatan tugas ini, oleh karena itu kami meminta maaf yang sebesar-besarnya dan kami mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun agar tugas ini menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb
Ciputat,   2017
Penyusun



BAB I
Pendahuluan

A.      Latar Belakang Masalah
Agama Hindu dan Buddha merupakan Agama yang berasal dari negara India, yang pada perjalanannya menjadi salah satu agama-agama terbesar pengikutnya. Secara garis besar perkembangan agama Hindu dibedakan menjadi tiga tahap. Tahap pertama berlangsung sekitar abad 1500-1000 SM yang dikenal dengan agama Weda. Tahap kedua ditandai dengan munculnya agama Brahman 1000-750 SM, tahap kedua adalah zaman agama Buddha yang berlangsung sekitar 500 SM-300 M. yang mempunyai corak berbeda dengan agama Weda.  Tahap ketiga ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan yang berpusat di sekitar sungai Gangga (750-300 M), dan tahap yang ketiga adalah apa yang dikenal dengan agama Hindu yang berlangsung sejak 300 M. sampai sekarang.[1] Agama Hindu berkembang hingga ke luar India termasuk Indonesia, yang dibawa oleh para Rsi atau para Brahman.
Agama Buddha sendiri bisa dikatakan sebagai pembaharu dari agama Hindu yang dibawa oleh Sidharta Gautama. Yang pada perjalannya sang Buddha sendiri melakukan pengembaraan untuk mencari penerahan yang abadi. Berbeda halnya dengan agama hindu, agama Buddha lebih banyak berkembang di Cina di bandingkan dengan asal mulanya agama tersebut yaitu India.
Sedangkan Agama Hindu dan Buddha masuk di Indonesia sekitar abad ke 7 M, yang dibawa oleh para Rsi maupun para Bikhhu. Harun Hadiwijono mengatakan bahwa kira-kira abad ke 15 SM. nenek moyang bangsa Indonesia memasuki Indoneisa dari daratan Cina Selatan, dengan melewati dua jalur, yaitu jalur utara dan barat. Jalur utara melewati Jepang, Taiwan, Pilipin, dan menyebrang di Sulawesi, Indonesia bagian Timur, Irian dan Melanesia, sedangakan jalur barat melewati Indo Cina, Siam, Malaya, serta menyebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan.[2]

B.       Rumusan Masalah
a.         Teori Kedatangan Hindu dan Buddha di Indonesia
b.        Peta Penyebaran dan Persebaran Hindu dan Buddha di Indonesia         
c.         Perkembangan aliran-aliran Hindu dan Buddha di Indonesia
d.        Masa Kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia
e.         Peninggalan Sejarah Bercorak Hindu dan Buddha di Indonesia
f.         Persamaan dan Perbedaan Hindu dan Buddha di India

C.       Tujuan Penulisan
a.         Untuk mengetahui Teori Kedatangan Hindu dan Buddha di Indonesia
b.        Untuk mengetahui Peta Penyebaran dan Persebaran Hindu dan Buddha di Indonesia
c.         Untuk mengetahui Perkembangan aliran-aliran Hindu dan Buddha di Indonesia
d.        Untuk mengetahui Masa Kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia
e.         Untuk mengetahui Peninggalan Sejarah Bercorak Hindu dan Buddha di Indonesia
f.         Untuk mengetahui Persamaan dan Perbedaan Hindu dan Buddha di India
g.        Untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Hindu dan Buddha di Indonesia

D.      Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan memiliki manfaat memberi pengetahuan dan wawasan kepada para pembaca dan penulis tentang Sejarah Kedatangan dan Pekembangan Agama Hindu dan Buddha di Indonesia.



BAB II
Pembahasan
A.      Teori Kedatangan Hindu dan Buddha di Indonesia
Agama Hindu-Buddha berasal dari India, yang kemudian menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia.
Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut. Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia. Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu-Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti.[3] Walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu-Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.
Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional tersebut menyebabkan timbulnya percampuran budaya. Misalnya saja India, negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Para sejarawan mengatakan bahwa banyak pendapat atau teori masuknya agama hindu di Indonesia, antara lain:
1.        Teori Brahman
Teori ini di kemukakan oleh J.C. Van Leur, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahman. Hanya kaum Brahmanalah yang berhak mempelajari serta mengajarkan agama Hindu karena hanya kaum Brahmanlah yang mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Beliau  juga mengatakan bahwa kaum Brahman sangat berperan dalam penyebaran agama dan kebudayaan agama Hindu ke Indonesia.                                              
2.        Teori Ksatria
Terdapat dua pendapat mengenai teori Ksatria yang pertama menurut Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.[4] Yang dikemukakan oleh F.D.K. Bosch, menyatakan bahwa adanya raja-raja dari India yang datang menaklukan daerah-daerah tertentu di Indonesia yang telah mengakibatkan penghinduan penduduk setempat.
3.        Teori Waisya
Yang dikemukakan oleh N.J. Krom, mengatakan bahwa pengararuh Hindu masuk ke Indonesia melalui golongan pedagang dari kasta waisya yang menetap di Indonesia dan kemudian memegang peranan penting dalam proses penyebaran kebudayaan India termasuk agama Hindu.
4.        Teori Sudra
Von van Faber, menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawah oleh kasta sudra. Tujuan mereka adalah mengubah kehidupan karena di India mereka hanya hidup sebagai pekerja kasar dan budak. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran agama dan kebudayaan Hindu ke Nusantara.   
5.        Teori Campuran
Teori ini beranggapan bahwa baik kaum brahmana, ksatria, para pedagang, maupun golongan sudra bersama-sama menyebarkan agama Hindu ke Indonesia sesuai dengan peran masing-masing.
6.        Teori Arus Balik
Teori arus balik ini tidak hanya berlaku untuk proses masuknya agama Hindu ke Indonesia saja melainkan untuk agama Buddha juga. Para ahli mengatakan bahwa banyak pemuda di Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya.
Sedangkan menurut pendapat FD. K. Bosh, teori arus balik ini menekankan peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu dan Budha di Indonesia. Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh para cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini dalam penyebaran budayanya melakukan proses penyebaran yang terjadi dalam dua tahap yaitu sebagai berikut: Pertama, proses penyebaran di lakukan oleh golongan pendeta Buddha atau para biksu, yang menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk Indonesia melalui jalur dagang, sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, dan selanjutnya orang-orang Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Budha di India. Sekembalinya dari India mereka membawa kitab suci, bahasa sansekerta, kemampuan menulis serta kesan-kesan mengenai kebudayaan India.
Dengan demikian peran aktif penyebaran budaya India, tidak hanya orang India tetapi juga orang-orang Indonesia yaitu para biksu Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan melalui karya seni Indonesia yang sudah mendapat pengaruh India masih menunjukan ciri-ciri Indonesia.  Kedua, proses penyebaran kedua dilakukan oleh golongan Brahmana terutama aliran Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang yang dicalonkan untuk menduduki golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama Hindu bertahun-tahun sampai dapat ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah ditasbihkan, ia dianggap telah disucikan oleh Siva dan dapat melakukan upacara Vratyastome/penyucian diri untuk menghindukan seseorang.
Pada dasarnya teori Brahmana, Ksatria dan Waisya memiliki kelemahan yaitu, golongan Ksatria dan Waisya tidak menguasai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda. Dan  golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyebrangi laut.
Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut Hindu-Budha ke Indonesia. Beberapa teori di atas menunjukan bahwa masuknya pengaruh Hindu-Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh proses perdagangan.
Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan arca Buddha tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.[5]
Didalam buku Harun Hadiwijono sejarah agama Hindu dan Buddha di Indonesia dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:[6]
1.        Mulai abad ke-5 hingga abad ke-7, yang bahannya sebagian besar diambil dari berita-berita luar negeri
2.        Mulai abad ke-8 hingga abad ke-1, yaitu keadaan di Jawa Tengah
3.        Mulai abad ke-1 hingga jatuhnya kerajaan Majapahit
B.       Peta Penyebaran dan Persebaran Hindu dan Buddha di Indonesia
Peta jalur perdagangan laut Asia Tenggara
Gambar 1.1 jalur perdagangan laut Asia Tenggara
Penyebaran dan Persebaran Buddha di Indonesia
Gambar 1.2 persebaran agama Buddha
Penyebaran dan Persebaran Hindu di Indonesia
Gambar 1.3 persebaran agama Hindu
C.       Perkembangan aliran-aliran Hindu dan Buddha di Indonesia
Perpecahan pokok yang tedapat didalam agama buddha adalah Hinayana dan Mahayana. Didalam mazhab Hinayana ada dua aliran pokok, yaitu Theravada yang sekaang bekembang di Langka, Bima, dan Siam (Muangthai) dan sarwastiwada yang pesat di Mathura, Gandhara, dan Kasmir.[7]
Mahayana pecah menjadi banyak aliran. Tiap aliran menekankan salah satu dari banyak jalan untuk mendapatkan kelepasan. Pada kira-kira tahun 150 didirikan aliran Madhyamika oleh Nagarjuna, yang mengajarkan bahwa kelepasan dapat dicapai dengan melaksanakan hikmat, dalam arti merenungkan sunyata (kekosongan). Pada kira-kira tahun 400 aliran Yogacara didiikan oleh Asanga, yang dipengaruhi oleh falsafah Samkhya. Sesudah tahun 500 agama Buddha dipengaruhi oleh Tantra. Cabang aliran ini bekembang di Nepal, Tibet, Jepang, Jawa, dan Sumatra.[8]
            Pada akhir abad ke-7, I-Tsing menceritakan didalam bukunya yang ditulisnya di Sumatra, bahwa pada tahun 664/665 ada seseorang musafir Cina benama Hwui-ning, yang pegi ke Jawa selama 8 tahun. Di bawah pimpinan seorang Guru, jnanabhadra, ia menerjemahkan suatu naskah tentang masuknya Buddha ke Nirwana serta pembakaran pada tubuhnya, ke dalam bahasa Cina. Ia menceitakan bahwa naskah yang diterjemahkan itu menyimpang dari naskah yang biasa dipakai didalam Mahayana. Dari aliran tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa agama Buddha yang dianut pada waktu itu Hinayana. Berita-berita yang lain ini memang menunjuk pada kesimpulan yang demikian itu.[9]
             Dari berita I-tsing itu selanjutnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pada waktu itu Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha. Disana terdapat sebuah perguruan tinggi Buddha yang tidak kalah dengan perguruan yang ada di Nalanda India. Ada lebih dari 1000 biksu yang ajaran serta tata upacaranya sama dengan yang ada di India. Kecuali pengikut Hinayana, di Sriwijaya juga terdapat pengikut Mahayana. Bahkan ada guru Mahayana yang mengajar disitu. Dari berita ini jelas bahwa Sriwijaya adalah pusat agama Buddha Mahayana, yang terbuka bagi gagasan baru dan yang juga senang mengadakan pekerjaan ilmiah. Oleh karena itu musafir China yang ingin belajar di India pasti singgah di Sriwijaya untuk mengadakan persiapan. Hal itu juga dilakukan oleh I-tsing sendiri.[10]
Agaknya kemudian Mahayanalah yang berkembang dan berpengaruh besar. Hal ini terbukti dari beberapa prasasti yang didapat disekitar Palembang yang menyebutkan bahwa daputa hyang berusaha mencari berkat dan kekuatan gaib guna meneguhkan kerajaan Sriwijaya, agar segala mahluk dapat menikmatinya. Dari ungkapan yang digunakan, dapat diambil kesimpulan bahwa upacara ini adalah upacara indonesia kuno yang sesuai dengan ajaran Mahayana. Dari berita-berita yang lain jelaslah bahwa Mahayanalah yang berkuasa pada masa itu. Bahkan bukan cuma itu saja, mungkin pengaruh tantra, yang di India mempengaruhi agama Buddha sejak pertengahan abad ketujuh, juga terdapat di Sriwijaya. Hal ini didapat dari uraian bahwa salah satu tingkat untuk mendapatkan hikmah tertinggi adalah wajrasarira, tubuh baja (intan) yang mengingatkan kepada ajaran wajrayana.
D.      Masa Kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia
1.        Zaman Sriwijaya
Sriwijaya bukan saja termashur karena kekuatan angkatan perangnya, melainkan juga karena merupakan pusat ilmnu dan kebudayaan Buddha. Di sana terdapat banyak vihara dan dihuni oleh ribuan bhikkhu. Pada Perguruan Tinggi Agama Buddha di Sriwijaya orang dapat mengikuti selain kuliah-kuliah tentang agama Buddha juga kuliah-kuliah tentang bahasa Sansekerta dan bahasa Jawa Kuno (Kawi). Pujangga-pujangga agama Buddha terkenal seperti Dharmapala dan Sakyakirti pernah mengajar di Perguruan Tinggi tersebut. Pada waktu itu Sriwijaya merupakan mercusuar agama Buddha di Asia Tenggara dan memancarkan cahaya budaya manusia yang cemerlang.
Tentang agama Buddha di Sriwijaya juga banyak diberitakan oleh sarjana agama Buddha dari Tiongkok yang bernama I-tsing. Dalam tahun 672 ia bertolak untuk berziarah ke tempat-tempat suci agama Buddha di India. Saat pulang Tahun 685 ia singgah di Sriwijaya dan tinggal di sana sampai 10 tahun lamanya untuk mempelajari dan menyalin buku-buku suci agama Buddha dalam bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Cina. Sriwijaya yang berada di pulau Sumatera didirikan pada ± abad ke-7 dan dapat bertahan terus hingga tahun 1377.
2.        Zaman Sailendra di Mataram
Pada ± tahun 775 sampai dengan ± tahun 850 di daerah Bagelan dan Yogyakarta berkuasalah raja-raja dari wangsa Sailendra yang memeluk agama Buddha.[11] Zaman ini ialah zaman keemasan bagi Mataram dan negara di bawah pemerintahannya aman dan makmur.
Ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan tentang agama Buddha sangat maju, dan kesenian – terutama seni pahat mencapai taraf yang sangat tinggi. Pada waktu itu seniman-seniman bangsa Indonesia telah menghasilkan karya seni yang mengagumkan, misalnya candi Borobudur, Pawon, Mendut, Kalasan dan Sewu. kecuali candi-candi tersebut masih banyak lagi candi-candi yang didirikan atas perintah raja-raja Sailendra, tetapi yang paling besar dan paling indah adalah candi Borobudur. Setelah raja Samarottungga meninggal dunia, Mataram kembali diperintah oleh raja-raja dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu, namun agama Buddha dan agama Hindu dapat berkembang terus berdampingan dengan rukun dan damai.
Dikerajaan sailendra agama yang dipeluk oleh raja dan rakyatnya adalah agama Buddha Mahayana, sekalipun agaknya secara intensif agama ini hanya dipelihara oleh kalangan atas, yaitu kalangan istana dan para pujangga yang mempunyai hubungan erat dengan istana.[12]
Di samping prasasti-prasasti ada candi-candi yang menjadi saksi kuat mengenai agama Buddha Mahayana. Candi-candi itu memberikan penjelasan lebih banyak, meskipun sangat terbatas. Yang kini dibicarakan di sini adalah Candi Borobudur. Candi ini didirikan oleh Dinasti Sailendra pada kira-kira tahun 800. Sayangnya, tidak ada sedikit pun naskah yang dapat memberi keterangan mengenai cara-cara pendirian candi yang besar itu. Candi ini dimaksudkan untuk menguraikan ajaran agama Buddha Mahayana dalam bentuk pahatan.[13]
3.        Zaman Empu Sindok hingga Erlangga
Agama yang berkembang pada zaman ini tampaknya adalah agama Siwa, sekalipun agama Buddha juga berkembang berdampingan. Hal ini jelas dan prasasti-prasasti yang menyebut Sindok dengan gelar Sri Isana (sebutan Siwa), sedang putrinya menikah dengan Lokapala, yang disebut Sugatapaksa (sebutan Buddhis). Agaknya pada zaman ini agama Siwa dan Buddha juga hidup berdampingan, bahkan saling mempengaruhi, serta tumbuh saling mendekati. Juga dapat ditentukan, bahwa pengaruh Tantra bagi kedua agama itu makin kuat.
Di Jawa Timur sumber bagi pengetahuan kita akan kedua agama ini jauh lebih banyak danipada sumber di Jawa Tengah. Banyak sekali prasasti, bangunan (candi), kepustakaan, dan berita dari luar negeri.
Dari kepustakaan keagamaan yang ada, kami dapat menyimpulkan demikian: Kepustakaan yang terkuno disusun sedemikian rupa, sehingga terdiri dari ayat-ayat dalam bahasa Sanskerta, yang diikuti oleh keterangan bebas di dalam bahasa Jawa kuno. Hal ini menunjukkan bahwa ayat-ayat itu berasal dan India. Jadi, di dalam karyanya orang masih terikat pada India. Buku-buku keagamaan yang di susun seperti itu misalnya: Bhuwanakosa, Bhuwanasangksepa, Wrhaspatitattwa, dan sebagainya. Dan agama Buddha Mahayana buku-buku seperti itu adalah Sanghyang Kamahayanan Mantranaya dan Sanghyang Kamadhayanikan.
Perkembangan seterusnya adalah demikian: Orang mulai menghasilkan kepustakaan yang seluruhnya ditulis dalam bahasa Jawa kuno, dengan diselingi bait-bait dalam bahasa Sanskerta. Hal ini menunjukkan, bahwa hubungan dengan kepustakaan Hindu asli (India) sudah lebih bebas.
Akhirnya dihasilkan kepustakaan yang hanya terdiri dari bahasa Jawa kuno. Hanya kadang-kadang masih terselip ungkapan-ungkapan dalam bahasa Sanskerta yang diberi keterangan. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan dengan India sudah tak ada lagi. Dapat dikatakan, bahwa kepustakaan macam ini adalah hasil karya orang Jawa sendiri.
Ajaran agama Siwa yang dapat disimpulkan dari kepustakaan tersebut di atas adalah sebagai berikut: Siwa dipandang sebagai dewa yang tertinggi. Ia diidentikkan dengan Zat yang Mutlak, yang transenden, yang tak dapat ditembus oleh akal manusia, sehîngga tak dapat diuraikan dan tak dapat di gambarkan seperti apa. Zat yang Mutlak ini adalah tanpa rupa, tanpa warna, tanpa rasa, tanpa sabda, tanpa penjamahan, dan sebagainya.[14]

4.        Zaman Majapahit
Di bawah raja-raja Majapahit (tahun 1292 s/d tahun 1478) yang menganut agama Hindu, agama Buddha pun dapat berkembang dengan baik. Toleransi dalam bidang keagamaan dijaga baik-baik, sehingga pertentangan agama tak pernah terjadi. Agaknya ada 3 aliran yang hidup berdampingan secara rukun, yaitu agama Siwa, Wisnu, dan Buddha Mahayana.[15] Di waktu pemerintahan Raja Hayam Wuruk, seorang pujangga terkenal, Mpu Tantular, telah menulis buku yang berjudul “Sutasoma”, dimana terdapat kalimat Ciwa Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tanhang Dharma Mandrawa. Dari kata-kata inilah kemudian diambil semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang kini dijadikan lambang negara Republik Indonesia yang melambangkan motto toleransi dan persatuan. Setelah Majapahit runtuh pada tahun 1478, maka berangsur-angsur agama Buddha dan Hindu digeser kedudukannya oleh agama Islam.

E.       Peninggalan Sejarah Bercorak Hindu dan Buddha di Indonesia
Peninggalan sejarah Kerajaan Kutai sebagai kerajaan Hindu di antaranya sebagai berikut.
a.         Tujuh buah yupa yang ditemukan di daerah sekitar Muara Kaman pada tahun 1879 dan 1940.
b.        Arca-arca bulus.
c.         Arca-arca Buddha dari perunggu.
d.        Arca batu.
Peninggalan Tarumanegara yang dimaksud antara lain sebagai berikut.
a.         Prasasti Ciaruteun. Ditemukan di Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Pada prasasti ini terdapat telapak kaki Raja Purnawarman dan lukisan laba-laba. Raja Purnawarman dianggap sebagai perwujudan Dewa Wisnu.
b.        Prasasti Jambu. Ditemukan di Bukit Koleangkak, 30 km sebelah barat daya Kota Bogor. Pada prasasti ini tertulis kata tarumayam (Tarumanegara).
c.         Prasasti Lebak (Cidanghiang). Ditemukan di Kampung Lebak, Pandeglang, Banten. Prasasti ini menyebutkan bahwa Raja Purnawarman adalah raja yang agung, pemberani, dan perwira.
d.        Prasasti Kebon Kopi. Ditemukan di Kampung Muara Hilir, Bogor. Pada prasasti ini terdapat lukisan telapak kaki Airawata (gajah kendaraan Dewa Wisnu).
e.         Prasasti Tugu. Ditemukan di Desa Tugu, Cilincing, Jakarta Utara. Prasasti ini memiliki tulisan terpanjang. Prasasti ini menceritakan pembuatan saluran air (Gomati dan Chandrabhaga) oleh Raja Purnawarman.
f.         Prasasti Pasir Awi. Ditemukan di Pasir Awi, Bogor, Jawa Barat. Prasasti ini terdapat lukisan tapak kaki. Prasasti ini belum bisa dibaca karena dalam huruf ikal.
g.        Prasasti Muara Cianten. Ditemukan di Muara Cianten, Bogor, Jawa Barat.
Peninggalan sejarah Kerajaan Mataram sangat banyak. Di antaranya berupa Candi Gedong Songo, kompleks Dieng, dan komplek Candi Prambanan.
Peninggalan berupa prasasti di antaranya sebagai berikut. Prasasti Penumbangan (1120), Prasasti Hantang (1135), Prasasti Talan (1136), Prasasti Jepun (1144), Prasasti Weleri (1169), dan lain sebagainya. Peninggalan dalam bidang kesusastraan di antaranya sebagai berikut. Kakawin Arjuna Wiwaha oleh Mpu Kanwa, Kresnayana oleh Mpu Triguna, Samanasantaka oleh Mpu Managuna, Smaradahana oleh Mpu Darmaja, Hariwangsa oleh Mpu Panuluh, Gathotkaca Sraya oleh Mpu Panuluh.
Peninggalan kerajaan Sriwijaya ditunjukkan oleh prasasti-prasasti yang ditulis huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno berikut ini:
1. Prasasti Kedukan Bukit (683 M) di Palembang.
2. Prasasti Talang Tuo (684 M) di Palembang.
3. Prasasti Telaga Batu (tanpa tahun) di Palembang.
4. Prasasti Kota Kapur ( 686 M) di Pulau Bangka.
5. Prasasti Karang Berahi (686 M) di Jambi.
6. Prasasti Palas Pasemah (abad ke-7 M) di Lampung Selatan.

F.        Persamaan dan perbedaan Agama Hindu-Buddha di India dan Indonesia
Dilihat dari sisi luar, perbedaan antara Hindu Indonesia dengan Hindu India sangat kentara. Baik dari makanan yang dimakan, Pakaian sembahyang, Hari Suci yang dirayakan maupun hal-hal lain yang bisa dilihat dengan kasat mata. Sebagai contoh, orang-orang india dimana Veda diwahyukan, mereka mayoritas vegetarian, sementara orang Hindu Indonesia (Bali,Jawa) mayoritas non vegetarian. Umat hindu Bali dan Jawa sembahyang tiga kali yang disebut dengan Tri Sandhya, sedangkan umat hindu dari India biasanya sembahyang dua kali pagi dan sore.
Persamaan Agama Hindu-Buddha di India dan Indonesia
Salah satu contoh kesamaan ajaran yang bisa dijumpai di berbagai daerah di Indonesia maupun di India adalah Lima Keyakinan yang dikenal dengan nama Panca Sradda yaitu:
1. Percaya dengan adanya Tuhan,
2. Percaya dengan adanya Atman,
3. Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala,
4. Percaya dengan adanya Reinkarnasi/Punarbawa/Samsara,
5. Percaya dengan adanya Moksa.
Di Bali ada lagi lontar-lontar yang ditulis oleh para Mpu yang telah mencapai tingkatan spiritual yang tinggi seperti: lontar sundari gama, lontar buana kosa, lontar sangkul putih, dan lain-lain.
Perbedaan Agama Hindu-Buddha di India dan Indonesia
1.        Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu - Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut misalnya dapat Anda lihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.[16]
2.        Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta Brahmana (golongan Pendeta), kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan), kasta Waisya (golongan pedagang) dan kasta Sudra (golongan rakyat jelata). Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian, karena di Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.[17]
3.        Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan. Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan dimana bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut. Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka.[18]
Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa.
Untuk candi Budha di India hanya berbentuk stupa, sedangkan di Indonesia stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat agama Budha. Dengan demikian seni bangunan candi di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri karena Indonesia hanya mengambil intinya saja dari unsur budaya India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap sesuatu yang bercorak Indonesia.



BAB III
Pentp
A.      Kesimplan
Pendapat mengenai proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia, yaitu Waisya, Ksatria, Brahmana, sudra, campuran dan teori Arus Balik. Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh besar di berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno, Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit. Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia.
B.       Saran
Dalam penyusunan makalah ini maupun dalam penyajiannya kami selaku manusia biasa menyadari adanya beberapa kesalahan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik maupun saran bagi kami yang bersifat membantu agar kami tidak melakukan kesalahan yang sama dalam penyusunan makalah yang selanjutnya dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.



Dafta Pstaka

Ali, Mukti. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press. 1988
Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. 1987
Hartini, Dwi. Pertumbuhan Dan Perkembangan Agama Serta Kebudayaan Hindu-Budha Di Indonesia. Modul Sejarah
Wijaya, Mukti Krishnanda. Wacana Buddha Dharma. Jakarta: Sangha Agung Indonesia. 2006






[1] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 94.
[2] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 83
[3] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 107
[4] Pertumbuhan Dan Perkembangan Agama Serta Kebudayaan Hindu-Budha Di Indonesia, Dwi Hartini, Modul Sejarah. h.6
[5] Mukti Krishnanda wijaya, Wacana Buddha Dharma. Jakarta: Sangha Agung Indonesia. 2006
[6] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 108
[7] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 89
[8] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 89
[9] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 110
[10] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 110
[11] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 113
[12] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 113
[13] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 114
[14] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 124
[15] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1987), h. 130
[16] Pertumbuhan Dan Perkembangan Agama Serta Kebudayaan Hindu-Budha Di Indonesia, Dwi Hartini, Modul Sejarah. h.9
[17] Pertumbuhan Dan Perkembangan Agama Serta Kebudayaan Hindu-Budha Di Indonesia, Dwi Hartini, Modul Sejarah. h.10
[18] Pertumbuhan Dan Perkembangan Agama Serta Kebudayaan Hindu-Budha Di Indonesia, Dwi Hartini, Modul Sejarah. h.11